Sejarah Pengadilan
PROFIL DAN SEJARAH PENGADILAN AGAMA BOGOR
I. PROFIL PENGADILAN AGAMA BOGOR
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, keinginannya menjadikan hukum sebagai panglima bagi semua aktivitas kehidupan negara dan warga negaranya. maksud dan keinginan tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional negara Republik Indonesia.
Setelah amandemen, pada perubahan ketiga yang disahkan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2001 tanggal 1 s/d 9 Nopember 2001, Pasal 24 UUD 1945 menjadi dua pasal, dan satu tambahan dilakukan pada amandemen keempat dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2002 tanggal 1 s/d 11 Agustus 2002, sehingga pasal tersebut selengkapnya berbunyi:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang.
Perkembangan tugas-tugas kelembagaan peradilan telah menjadikan seluruh badan peradilan berada satu atap dibawah Mahkamah Agung berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, dan terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sebagai implementasi dari peraturan tersebut, terbit Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Umum, Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung RI.
Pengadilan Agama Bogor merupakan salah satu lembaga yang melaksanakan amanat Undang-Undang tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya guna menegakkan hukum dan keadilan harus memenuhi harapan pencari keadilan yang menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Seiring waktu, perkara yang diterima dan harus diselesaikan semakin meningkat, sehingga pelayanan, kinerja, sarana dan prasarana harus ditingkatkan, khususnya bangunan gedung yang layak dan representatif guna terciptanya suasana yang tenang, tertib dan berwibawa dan terwujudnya fair and speedy administration of justice.
Wilayah hukum Pengadilan Agama Bogor adalah seluruh wilayah Kota Bogor yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan jumlah penduduk 1.030.720 jiwa (2014) dan kurang lebih 90% beragama Islam. Perkara yang diterima Pengadilan Agama Bogor berjumlah kurang lebih 2.000 s/d 2.500 perkara dengan kekuaan pegawai berjumlah 29 orang. Pada awal tahun 2010, Pengadilan Agama Bogor telah menempati gedung baru di Jl. K. H. Abdullah bin Nuh, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dengan luas bangunan 1.000 m2 diatas tanah seluas 2.900 m2 dengan status hak pakai sesuai dengan sertifikat nomor 10.09.05.10.4.00003 atas nama pemerintah Republik Indonesia Cq. Mahkamah Agung RI.
Gedung Pengadilan Agama Bogor terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari 3 ruang sidang, ruang kepaniteraan, ruang kesekretariatan, ruang mediasi, ruang posbakum, dan ruang tunggu sidang. Sedangkan lantai dua terdiri dari ruang ketua, ruang wakil ketua, ruang hakim, ruang panitera, ruang panitera pengganti, ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang pantry. Untuk komunikasi telah dilengkapi telepon lokal (PABX) antar ruang dan line internet. Semua fasilitas tersebut disiapkan untuk memberikan kemudahan dalam bekerja. Untuk komunikasi dengan pihak luar, Pengadilan Agama Bogor mempunyai website dengan alamat www:pa-bogor.go.id, yang pengelolaannya bekerja sama dengan ITB Bandung. Dengan demikian, keadaan dan pekerjaan Pengadilan Agama Bogor dapat diakses dalam rangka transparansi dan akuntabilias oleh masyarakat sebagai wujud implementasi Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144 Tahun 2008 jo. KMA Nomor 1-144 Tahun 2011.
Secara struktural pelaksanaan tugas Pengadilan Agama Bogor dipertanggung jawabkan dalam bentuk laporan ke Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat (dahulu Pengadilan Tinggi Agama Bandung diubah berdasarkan Lampiran IV Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015), Badan Peradilan Agama, dan Mahkamah Agung RI selaku atasan.
II. SEJARAH PENGADILAN AGAMA BOGOR
Pengadilan Agama Bogor dalam bentuk yang sederhana sebagai lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh para ahli agama, telah lama ada dan dilakukan dalam masyarakat Indonesia, yaitu sejak agama Islam datang ke Indonesia, meskipun hanya dalam melaksanakan hukum perkawinan dan hukum kewarisan. Kondisi fungsi peradilan agama yang telah ada tersebut kemudian diakui dan dimantapkan kedudukannya di Jawa dan Madura tahun 1882, disebagian besar Residensi Kalimantan Selatan dan Timur tahun 1937 dan diluar kedua wilayah tersebut tahun 1957.
Pembentukan fungsi peradilan agama sebagaimana disebutkan diatas terjadi dalam suasana yang berbeda, yang menyebabkan nama dan kekuasaan atau wewenangnya juga berbeda. Peradilan Agama diluar wilayah tersebut lahir dan tumbuh dalam suasana kemerdekaan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dengan sengaja kaum kolonial Belanda membuat dan menempatkan kantor-kantor Pengadilan Agama jauh dipelosok, dalam gang, serta dibagian tersembunyi dari bangunan mesjid di sebuah wilayah. Ini untuk menghindari perkembangan yang akan terjadi diluar kendali kolonial, bahkan hal tersebut masih terus terjadi sampai jauh negara ini menyatakan kemerdekaannya.
Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan pokok kekuasaaan kehakiman, institusi atau lembaga yang mengemban dan melaksanakan fungsi peradilan agama diseragamkan namanya menjadi Pengadilan Agama. Namun demikian, kekuasaan atau kewenangannya masih berbeda. Untuk Peradilan Agama di Jawa dan Madura serta sebagian besar Residensi Kalimantan Selatan dan Timur tidak berwenang memeriksa masalah waris dan wakaf, sedangkan diwilayah yang lain diberikan wewenang untuk itu. Hal tersebut terjadi akibat dari Teori Resepsi yang dianut oleh ilmuan dan pemerintah kolonial Belanda.
Selain kewenangan atau kekuasaannya berbeda, Pengadilan Agama juga tidak dapat melaksanakan keputusannya sendiri dikarenakan didalam susunannya tidak terdapat juru sita. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, Pengadilan Agama terus berbuat dan melaksanakan tugasnya, hingga pada tahun 1989 lahir Undang-Undang Nomor 7 Tahun1989 tentang Peradilan Agama, sehingga sekarang bukan hanya nama saja yang seragam di seluruh Indonesia, tetapi juga kedudukan, kewenangan dan acaranya pun sama dengan lembaga peradilan lainnya.
Dalam era reformasi semua pengadilan termasuk Pengadilan Agama secara nyata dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 masih mempunyai "dualisme kepemimpinan" yaitu secara teknis pembinaannya dibawah Mahkamah Agung, akan tetapi secara organisasi, administrasi dan keuangan pembinaannya dibawah Departemen Agama. Untuk itu pada tahun 1999 disahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, sebagai cikal bakal terjadinya pembinaan yang dilakukan dengan "satu kepemimpinan" atau pembinaan satu atap (one roof system).
Akhirnya pada tahun 2004, lahir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menjadikan seluruh lembaga peradilan dalam pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan berada di bawah Mahkamah Agung. Dengan demikian, secara struktural Pengadilan Agama bukan saja mempunyai kedudukan yang sama tetapi juga "pembinaan" yang sama dengan lembaga peradilan lain yaitu di bawah Mahkamah Agung RI.
Selanjutnya, lahir Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka semakin sempurna saja kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama secara struktural dan sama derajatnya dengan peradilan lainnya.
Kemudian dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka keberadaan dan kewenangan Pengadilan Agama menjadi lengkap dan sempurna sebagai salah satu lembaga peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Setelah raad agama berubah nama menjadi Pengadilan Agama pada tanggal 28 Januari 1980, maka Pengadilan Agama Bogor sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 85 tanggal 01 Nopember 1996 menjadi Pengadilan Agama Bogor kelas I.B. dan pada tahun 2017 berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 37/KMA/SK/II/2017 tanggal 9 Februari 2017 Tentang Peningkatan Kelas pada Dua Puluh Sembilan Pengadilan Agama Kelas II menjadi Kelas I B dan Dua Puluh Satu Pengadilan Agama Kelas I B Menjadi Kelas I A, Pengadilan Agama Bogor naik kelas menjadi Kelas IA. Berikut nama pimpinan yang pernah memimpin Pengadilan Agama Bogor beserta periode masa baktinya:
No |
Nama Ketua |
Masa bakti |
1 |
Dr. H. Kholilurrahman |
|
2 |
H. Umar Manshursyah, S.H. |
|
3 |
Drs. H. Djupri |
|
4 |
Drs. H. Uha Nasucha |
|
5 |
Drs. H. Ahmad Tadjuddin |
|
6 |
Drs. H. Bambam |
|
7 |
Drs. H. Komari, M.Hum. |
2006 - 2008 |
8 |
Drs. H. Harmaen, M.H. |
2008 - 2010 |
9 |
Drs. Ahmad Dimyati A.R. |
2010 - 2013 |
10 |
Drs. H. Mohamad Yamin, S.H., M.H. |
2013 - 2015 |
11 |
Dr. Drs. H. Sirajuddin Sailellah, S.H., M.H.I. |
2015 – 2019 |
12 |
Dr. Drs. H. M. Slamet Turhamun, M. H. |
2019 - 2021 |
13 |
Drs. Nasrul, M. H. |
2021 - 2022 |
14 |
Drs. H. Habib Rasyid Daulay, M.H |
2022 - 2023 |
15 |
Dra. Hj. Erpi Desrina Hasibuan, S.H., M.H. |
2023 - 2024 |
16 |
Ruslan, S.Ag., S.H., M.H. |
2024 - Sekarang |
(Updated by Admin, 20 September 2024)